Keutamaan Ihsan Kepada Orang Tua
Oleh: Dr. Atabik Luthfi
قُلۡ تَعَالَوۡا۟ أَتۡلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمۡ عَلَیۡكُمۡۖ أَلَّا تُشۡرِكُوا۟ بِهِۦ شَیۡـࣰٔاۖ وَبِٱلۡوَ ٰلِدَیۡنِ إِحۡسَـٰنࣰاۖ وَلَا تَقۡتُلُوۤا۟ أَوۡلَـٰدَكُم مِّنۡ إِمۡلَـٰقࣲ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكُمۡ وَإِیَّاهُمۡۖ
“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka….”. (Al-An’am: 151)
Ayat ini menyebut perintah berbuat ihsan secara khusus kepada kedua orang tua, tidak disebut pihak lain yang juga layak mendapatkan ihsan.
Berdasarkan pembacaan para ulama, terdapat lima ayat Al-Qur’an yang menyebut kata ‘ihsan’. Yaitu: Al-Baqarah: 83, An-Nisa’: 36, Al-An’am: 151, Al-Isra’: 23, dan Al-Ahqaf: 15. Kelima ayat tersebut menyebut ihsan kepada orang tua di urutan pertama, setelah perintah beribadah dan tidak mempersekutukan Allah swt.
Malah di ayat ini (Al-An’am: 151) hanya menyebut ihsan kepada ibu bapa, yang mengisyaratkan ihsan tertinggi seseorang adalah kepada kedua orang tuanya, sebelum kepada yang lain.
Rasulullah saw bersabda mengkorelasikan ridha Allah dengan ridha orang tua: “Ridha Allah ada pada ridha orang tua. Dan murka Allah ada pada murka orang tua”. (HR. Muslim).
Do’a mustajabpun urutan terawal adalah do’a orang tua untuk anaknya: “Tiga do’a yang tidak akan ditolak, yaitu do’a orang tua, orang orang berpuasa, dan do’a musafir”. (HR. Al-Baihaqi).
Mari kita jaga ucapan, sikap, perbuatan kita terhadap kedua orang tua, dalam rangka menjalankan perintah Allah untuk bersikap ihsan kepada ibu bapa secara lebih khusus
Ucapkanlah Perkataan Mulia, dan Do’akan Orang Tuamu !
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوۤا۟ إِلَّاۤ إِیَّاهُ وَبِٱلۡوَ ٰلِدَیۡنِ إِحۡسَـٰنًاۚ إِمَّا یَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَاۤ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَاۤ أُفࣲّ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلࣰا كَرِیمࣰا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu bersikap ihsan pada ibu bapakmu. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (Al-Isra’: 23)
Ayat ini dikategorikan ayat paling lengkap yang berbicara tentang bagaimana bersikap ihsan kepada orang tua, setelah beribadah kepada Allah swt. Di ayat ini dan ayat setelahnya, diperintahkan beberapa perintah dan larangan, untuk menjaga kebaikan orang tua sebagai wujud dari sikap ihsan.
Perintah yang disebut di ayat ini adalah selalu mengucapkan perkataan yang mulia kepada mereka, yaitu ucapan yang baik, menenangkan, dan membahagiakan mereka. Malah di ayat setelahnya, diperintahkan untuk berlemah lembut dan mendo’akan rahmat untuk keduanya, sebagaimana keduanya telah memberi kasih sayang kepada anak-anaknya.
Sedang larangannya adalah mengucapkan kata yang buruk dan menyakitkan, meskipun hanya mengatakan ‘ah’, serta membentak mereka, dengan cara apapun.
Sebagian ulama menyimpulkan urgensi ayat ini dalam konteks menjaga ucapan, karena ucapan sangat berarti dan berpengaruh pada hati kedua orang tua.
Apalagi saat keduanya memasuk usia lanjut, seperti yang diisyaratkan oleh ayat ini. Tentu ucapan yang membahagiakan dan perhatian yang penuh kasih sayang amat dibutuhkan.
Dibalas Surga dari Ihsan kepada Orang Tua
وَوَصَّیۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَ ٰلِدَیۡهِ إِحۡسَـٰنًاۖ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ كُرۡهࣰا وَوَضَعَتۡهُ كُرۡهࣰاۖ وَحَمۡلُهُۥ وَفِصَـٰلُهُۥ ثَلَـٰثُونَ شَهۡرًاۚ
“Kami perintahkan manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan…”. (Al-Ahqaf: 15)
Ayat ini berbicara tentang perintah bersikap ihsan kepada kedua orang tua, dengan redaksi perintah washiyat: ‘Kami wasiatkan’. Wasiat berbuat ihsan kepada kedua orang tua di ayat ini juga tidak diawali dengan perintah beribadah kepada Allah swt, sebagaimana ayat-ayat sebelumnya.
Sisi perjuangan dan jasa ibu yang tiada ternilai, digambarkan lebih gamblang di ayat ini: ‘Ibunya telah mengandung dan melahirkannya dengan susah payah’. Sangat wajar dan tepat, Rasulullah saw menjawab bakti kepada ibu terlebih dahulu sebanyak tiga kali, sebelum kepada bapak, ketika ditanya oleh salah seorang sahabatnya.
Surga dalam sabda Rasulullah saw juga dikaitkan dengan berbakti kepada ibu: “Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya (ibu), karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya.”. (HR. Nasa’i dan Thabrani).
Bahkan disebut merugi oleh Rasulullah saw, seseorang yang masih memiliki kedua orang tua, namun tidak menyebabkannya masuk surga, karena kurang berbakti kepada keduanya.
“Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.” (HR. Muslim)