Pandangan Pencinta Pada Sang Kekasih
Suatu hari bapaknya Laila mengadakan acara syukuran. dipanggilnya seluruh penghuni desa buat makan di rumahnya.
Biasanya Majnun tak peduli dengan acara-acara seperti ini. tapi hari itu dia pergi, dengan penuh harapan dia bisa bertemu dengan Laila, walaupun seluruh keluarga Laila menentang hubungan mereka, dan melarang mereka untuk bertemu.
Berhubung acara ini terbuka untuk umum, maka Majnun bisa datang ke rumahnya Laila. Orang-orang pun memperhatikan setiap langkahnya.
Ketika sampai di halaman rumah, Majnun melihat sosok yang membuat hatinya loncat kegirangan. Dilihatnya Semua orang antri, dan di ujung antrian dilihatnya yang menghidangkan makanan ke piring para tamu adalah Laila sendiri.
Dengan perasaan senang, Majnun langsung ikut antrian. Di mata semua orang, yang dicari adalah makanan yang lezat dan menggiurkan. Namun bagi Majnun, yang dipedulikan hanyalah sosok yang berdiri di ujung antrian.
Sedikit demi sedikit, antriannya semakin maju, membuat Majnun semakin merasa kegirangan. Betapa semakin dekat ke ujung antrian, semakin gembira ia, berharap pertemuan dengan sang pujaan hati. Sampailah pada saat Majnun berdiri di hadapannya Laila. Tak tertahankan lagi rasanya, Majnun pun memberikan piringnya pada Laila.
Diambilnya piring itu oleh Laila, namun dipecahkannya piring itu ke lantai.
Semua orang yang melihat bergumam, aaah ini tandanya Laila sudah tak sayang lagi dengan Majnun.
Namun ada seorang tamu yang terheran, dilihatnya Majnun masih tersenyum setelah diperlakukan seperti itu.
Dihampirinya Majnun, lalu bertanya,
“Hei Majnun, kamu habis dipermalukan, di hadapan nyaris orang satu desa, tapi aku lihat wajahmu masih tersenyum, kenapa bisa?
Orang ini berpikir mesti Majnun ini sudah gila.
Dengan wajah keheranan Majnun balik bertanya,
“Kapan saya dipermalukan Laila?”
Orang itu berkata, “waktu Laila pecahkan piring bukankah itu tanda ia tak lagi sayang dan ingin mempermalukan kamu?”
“Oooh salah paham kamu.” kata Majnun sembari terkekeh. “Tadi Laila pecahkan piring saya dengan tujuan cuma satu saja, biar saya bisa ikut antrian lagi, dan kembali berjumpa dengannya.