5 min read

Bolehkan Qurban padahal Belum Aqiqah?

Bolehkan Qurban padahal Belum Aqiqah?

Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc, MA – Rumah Fiqih

Salah satu amalan besar yang ada dalam bulan Dzhulhijjah adanya syariat penyembelihan hewan qurban, tentunya selain adanya agenda besar rangkaian aktivitas ibadah haji yang dilaksanakan di kota Mekkah sana. Motivasi berqurban ini sangat kuat karena memang agama memerintahkannya, perintah ini difahamai oleh mayoritas ulama sebagai sebuah kesunnahan yang levelnya berada diatas sunnah-sunnah biasa lainnya, sunnah muakkadah namanya, walaupun dilain pihak saking kuatnya motivasi ibadah ini para ulama dari madzhab Hanafi menyatakan bahwa hukumnya wajib bagi yang mampu, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

”Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah).

Hanya saja menurut penuturan mayoritas ulama bahwa perintah berqurban itu diikat degan unsur motivasi dari dalam diri masing-masing, karenanya jika tidak mau atau belum mau berqurban karena ada kepentingan lain walaupun sudah mampu, maka yang demikian tidak berdosa, maka dari sini perintah berqurban itu dinilai tidak wajib hukumnya oleh mayoritas ualama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits lainnya bersabda:

إِذَا دَخَل الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ بَشَرِهِ شَيْئًا

“Bila telah memasuki 10 (hari bulan Dzulhijjah) dan seseorang ingin berqurban, maka janganlah dia memotong rambutnya dan kuku-kukunya”. (HR. Muslim dan lainnya)

Diantara motivasi agama mengapa harusya kita berqurban bisa dilihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

”Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan qurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya. Dan darah itu di sisi Allah SWT segera menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah” (HR. Tirmizy dan Ibnu Majah).

Jika mau dipikir-pikir ibadah satu tahun sekali ini paling tidak hanya membutuhkan alokasi dana yang tidak terlalu besar, dengan uang 2 juta rupiah saja insya Allah kita sudah mampu untuk membeli satu kambing untuk kita jadikan sebagai sembelihan qurban. Rasa-rasanya uang 2 juta rupiah itu kalau dicicil selama satu tahun insya Allah sangat bisa, hitungan sederhananya jika kita menabung perhari sepuluh ribu saja maka dalam setahun akan terkumpul uang Rp. 3.650.000, dan uang itu sudah sangat bisa membeli satu kambing yang bagus.

Bahkan sebagian ulama ada yang membolehkan untuk berhutang demi mewujudkan ibadah qurban ini, karena berpayah-payah dalam mewujudkan suatu ibadah bukanlah hal yang tercela, baik untuk ibadah sunnah terlebih jika itu adalah ibadah yang wajib, kebolehan berhutang ini tentunya dibarangi dengan keyakinan bahwa kita mampu membayarnya, misalnya kita punya penghasilan perbulan yang jika berhutang insya Allah dalam hitugan bulan kedepan kita bisa membayarnya melalui keberadaan penghasilan bulanan tadi.

Aqiqah

Aqiqah adalah ibadah sembelihan yang juga mirip dengan sembelihan hewan qurban. Mayoritas ulama juga meyakini bahwa secara hukum statusnya adalah sunnah muakkadah, bukan wajib. Sebenarnya perintah menyembelih aqiqah ini tertuju untuk orang tua si bayi, atau orang yang bertanggung jawab untuk menafkahi bayi tersebut, perintah itu bukan untuk bayi itu sendiri.

Jika kedepan misalnya anak yang terlahir tersebut belum diaqiqahi hingga dia dewasa maka sebenarnya si anak tidak perlu resah apalagi gelisah, karena memang harusnya yang resah dan gelisah itu adalah orang tuanya, itu kesunnahan dibebankan kepada orang tuanya bukan anaknya. Jika dikerjakan orang tuanya yang akan mendapat pahala, jika tidak  maka insya Allah tidak berdosa, hanya saja ada kebaikan yang terlewatkan yang tidak didapatkan oleh orang tua.

Terkait waktu penyembelihan aqiqah, mayoritas ulama sepakat bahwa waktu utamanya adalah hari ketujuh dari kelahiran, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam:

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُسَمَّى فِيْهِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ

“Anak laki-laki tergadaikan dengan hewan aqiqahnya, maka disembelihkan untuknya pada hari  ke tujuh, diberi nama lalu dipotong rambutnya” (HR. Abu Daud)    

Lebih lanjut ada perbedaan diantara ulama apakah setelah hari ketujuh ini status kesunnahan ibadah aqiqah masih berlaku atau sudah gugur, sehingga bagi yang berpendapat bahwa kesunnahan aqiqah itu sudah habis setelah hari ketujuh, maka kedepan tidak usah terlalu pusing memikirkan untuk aqiqah lagi, pun begitu si anak harusnya tenang-tenang saja, anggap saja yang lalu biarlah berlalu, karena waktu aqiqahnya sudah habis.

Anggap saja kita mengambil pendapat bahwa setelah hari ketujuh status kesunnahan aqiqah ini masih terus ada, maka lagi-lagi harusnya kesunnahan ini masih berlaku untuk orang tua, orang tua boleh diingatkan lagi bahwa anaknya belum diaqiqahi, biarkan orang tua yang bersusah payah untuk mewujudkan kesunnahan ini karena pada akhirnya pahala dan kebaikannya juga akan milik mereka juga bukan untuk orang lain.

Pada akhirnya memang ada sebagian ulama yang membolehkan untuk mengaqiqahi diri sendiri, lantaran ada orang tua yang anaknya sudah dewasa tapi belum juga diaqiqahi, baik karena sebab fakir/tidak mampu, atau lupa, atau sudah terlanjur meninggal dunia, namun yang demikian hanya pendapat sebagian ulama saja, dan hukumnya pun boleh-boleh saja. Namun kita balik lagi ke awal pembahasan bahwa perintah aqiqah ini tertuju untuk para orang tua yang mendapatkan anak, atau perintah untuk anaknya.

Qurban

Seperti yang sudah disingung pada awal tulisan ini bahwa mayoritas ulama menilai ibadah sembelihan qurban ini hukumnya sunnah muakkadah, bukan ibadah wajib, sama dengan hukum aqiqah yang juga dinilai sebagai sebuah kesunnahan bagi banyak ulama.

Jika aqiqah adalah ibadah sembelihan yang perintahnya ditujukan kepada para orang tua atau bagi dia yang bertanggung jawab atas nafkah bayi yang dilahirkan maka ibadah sembelihan qurban perintahnya ditujukan kepada siapa saja yang sudah mukallaf dan mempunyai kemampuan untuk berqurban, baik dia adalah orang tua, atau anak dari orang tuanya yang sudah mukallaf, atau dia adalah suami, atau istri, dan seterusnya.

Jika aqiqah adalah sembelihan karena kehadiran bayi bagi orang tuanya, maka qurban adalah sembelihan yang murni untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, walau tanpa kehadiran bayi atau karena hadir nikmat yang lainnya. Pun begitu jika aqiqah punya waktu tertentu, maka qurban juga punya waktu tertentu, dimana sembelihan ini dimulai dari hari nahr pada tanggal 10 Dzhulhijjah dan berakhir pada tanggal 13 Dzulhijjah seiring berakhirnya hari tasyriq.

Dari sisi hewan yang disembelih, maka dalam masalah aqiqah lebih kuat anjuran untuk menyembelih kambing, walalu dalam pandangan sebagian ulama aqiqah dengan sapi juga boleh, tapi untuk hewan qurban pilihannya dibebaskan begitu saja mau menyembelih kambing atau sapi, dimana kambing hanya boleh untuk satu orang dan sapi boleh atas nama tujuh orang.

Dalam masalah distribusi daging antara aqiqah dengan qurban juga hampir sama, daging sembelihan ini boleh dimakan, diberikan kepada kerabat, juga dihadiahkan/disedahkan untuk orang lain, baik kepada orang yang berada atau miskin, walaupun ada baiknya orang miskin lebih didahulukan dengan alasan bahwa mereka jarang mengkonsumsi daging. Hanya saja dalam bentuk penyajian baiknya untuk aqiqah disajikan dalam bentuk yang sudah dimasak, tapi untuk hewan qurban baiknya langsung dibagikan mentah saja.

Qurban Tapi Belum Aqiqah

Disinilah telak ramainya perbincangan diluar sana, tersebar obrolan disebagian masyarakat bahwa tidak sah berquban jika belum aqiqah. Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dua ibadah ini adalah ibadah yang berlainan walaupun ada kemiripan dalam tataran teknis, selebihnya aqiqah itu ibadah tersendiri yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan qurban, sehingga dua ibadah ini tidak seperti ibadah wudhu dan shalat misalnya, dimana shalat tidak sah jika belum berwudhu.

 Namun karena memang kedua ibadah ini hukumnya sama-sama sunnah, memang ada baiknya dan sebisa mungkin dua ibadah ini dikerjakan semua, agar kita semua meraih pahala dan kebaikan dari dua jenis ibadah ini, walau meninggalkan sunnah dalam pandagan ulama fikih tidak berdosa, tapi yang pasti mereka semua sepakat bahwa meninggalkan ibadah sunnah membuat kita rugi, karena sudah kehilangan momentum untuk meraih pahala dan kebaikan dari Allah swt.

Sebenarnya dalam kasus ada orang yang mau berqurban tapi belum aqiqah dia berhak untuk memilih mana yang mau dia dahulukan, boleh memilih untuk diniatkan sembelihan qurban, boleh juga diniatkan untuk aqiqah. Namun jika dirunut dari awal sembelihan aqiqah itu tugasnya orang tua, sehingga boleh juga mendahulukan qurban dengan alasan bahwa memang bagian kita itu adalah ibadah qurban sedangkan aqiqah itu milik orang tua kita.

Atau kita tetap mendahulukan qurban dengan alasan bahwa waktunya sangat singkat sekali, hanya empat hari saja dalam satu tahun, berbeda dengan aqiqah yang bahkan waktunya bisa kapan saja, mulai dari hari ketujuh, ke empat belas, kedua puluh satu, bahkan sebagian ulama menilai sembelihan aqiqah boleh dilakukan walaupun bayi yang dulu lahir kini sudah dewasa.

Atau boleh juga mendahulukan ibadah qurban dengan dalil bahwa sebagian ulama menilai waktu aqiqah itu sudah lewat dengan lewatnya hari ketujuh, atau dengan lewatnya hari ke dua puluh satu, dengan demikian kesunnahan aqiqah itu sudah gugur dengan sendirinya jika sang anak sudah dewasa, sedangkan kesunnahan qurban tidak gugur selama kita masih mukallaf.

Namun pada akhirnya semua kembali kepada pribadi masing-masing, karena dua ibadah ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan semua, mana saja yang didahulukan silahkan. Semoga Allah swt menerima amal ibadah kita semua, aamiin.

Wallahu A’lam Bisshawab