Fikih Arisan
Oleh: DR ONI SAHRONI MA, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Secara prinsip, arisan dengan berbagai macam bentuknya diperbolehkan menurut Islam, asalkan objek arisan halal (mubah) dan tanpa ada bunga yang disyaratkan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arisan adalah kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya. Undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya.
Misalnya, ada 10 orang yang melakukan arisan. Setiap orang membayar Rp 1 juta sehingga terkumpul Rp 10 juta. Pada hari pembagian atau undian, dipilih orang yang mendapatkan giliran untuk mendapatkan arisan pada kesempatan itu sehingga ia mendapatkan Rp 10 juta.
Jika menelaah skema yang terjadi dalam arisan tersebut, penerima bagian adalah debitur (peminjam), sedangkan sembilan orang anggota arisan adalah kreditur Rp 9 juta yang diterima oleh orang tersebut. Orang yang mendapatkan giliran itu berutang dan meminjam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa transaksi yang terjadi dalam arisan adalah simpan pinjam atau kredit antara pihak yang mendapatkan bagian dan sisa anggota lain sebagai kreditur. Transaksi utang piutang dalam arisan itu bagian dari transaksi sosial (tabarru’) yang dianjurkan dalam Islam selama tidak ada bunga yang disyaratkan.
Jika dalam tradisi arisan pihak tuan rumah harus menyediakan makanan atau sejenisnya dan jika hidangan tersebut tidak disyaratkan serta menjadi bagian dari upaya tuan rumah untuk menghormati tamu, sesungguhnya jamuan yang diberikan tuan rumah atau calon debitur tersebut bukan termasuk riba, melainkan bagian dari penghormatan terhadap tamu. Hal ini layaknya menghormati tamu lain selain anggota arisan dan dalam momentum lain, selain momentum arisan. Menghormati tamu seperti ini dianjurkan dalam Islam.
Apabila dalam arisan tidak ada transaksi terlarang maka merujuk pada kaidah umum dalam bermuamalah, yaitu “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. Tidak ada dalil dalam Alquran maupun hadis yang melarang arisan seperti ini.
Selain itu, arisan bermanfaat karena merupakan kebiasaan atau tradisi (‘urf) yang terjadi di masyarakat untuk memenuhi kebutuhan anggota terhadap uang tunai atau barang. ‘Urf adalah kebiasaan yang merepresentasikan hajat, maslahat, atau kepentingan masyarakat dan diakomodasi menjadi salah satu rujukan hukum arisan menurut syariah. Selama tradisi tidak bertentangan dengan nash (Alquran, hadis, atau ijma), tradisi tersebut diakui oleh syariah.
Arisan juga bagian dari tolong-menolong (ta’awun) untuk memenuhi kebutuhan masing-masing anggota arisan. Hal ini juga sebagaimana firman Allah SWT,
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS al-Maidah [5]: 2)
Selanjutnya, akan sangat baik jika arisan diikuti untuk saling membantu memenuhi kebutuhan primer dan sekunder para anggota arisan, seperti kebutuhan SPP pendidikan anak-anak, premi asuransi syariah, dan kebutuhan lainnya yang halal dan prioritas. Wallahualam.
Sumber: https://www.republika.co.id/berita/p7dsse416/konsultasi-syariah-fikih-arisan