Koperasi, Riba atau Tidak?
Oleh: Ustad Ahmad Sarwat Lc., MA
Pertanyaan ini akan terjawab dengan sendirinya, tergantung dari sistem yang diterapkan oleh sebuah koperasi.
Kalau koperasi itu menerapkan sistem bunga (interest), maka sistem itu hukumnya riba yang diharamkan. Tetapi kalau menggunakan sistem bagi hasil, bebas dari riba, maka hukumnya halal.
Sistem bunga atau bagi hasil diukur dari alur transaksinya, bukan hanya semata ditentukan berdasarkan istilah yang digunakan. Sebab tidak sedikit orang yang menggunakan bahasa penghalusan, misalnya biaya administrasi, biaya ini atau biaya itu, tetapi hakikatnya adalah bunga. Maka meski namanya bukan bunga, tetapi hakikatnya bunga, tetap haram hukumnya.
Nama koperasi tidak harus selalu bernuansa syariah untuk bisa menerapkan sistem yang halal. Dan demikian juga sebaliknya, belum tentu yang namanya syariah, selalu menggunakan sistem yang dihalalkan Islam. Meski pun suatu koperasi diberi nama ‘Koperasi Syar’i’ah’, belum tentu selalu halal dalam tiap transaksinya. Apalagi bila koperasi itu menjual barang-barang yang diharamkan, seperti khamar, atau mungkin barang yang tidak disepakati ulama tentang kehalalannya, seperti rokok dan sejenisnya. Maka nama tinggal nama, esensi dan hakikatnya entah ke mana.
Esensi Riba
Suatu transaksi peminjaman uang disebut riba apabila ada konsekuensi kelebihan dalam pengembaliannya. Misalnya, nasabah pinjam uang 1 milyar dan akan dikembalikan dalam tempo 2 tahun, namun nilai pengembaliannya harus menjadi 1 milyar plus 1 rupiah, maka yang satu rupiah itu adalah bunga yang diharamkan, apapun sebutan untuk nilai 1 rupiah itu.
Haram tidaknya bunga tidak ditentukan oleh nilai prosentase atau nilai nominalnya, melainkan dari ada tidaknya ketentuan penambahan (ziyadah) atau mark-up dari sebuah transaksi peminjaman uang.
Seringkali orang menyebut bahwa nilai tambah (markup) itu sebagai konsekuensi dari penyusutan nilai mata uang, lalu dengan mudahnya memberikan kehalalan atas kelebihan itu. Cara pandang seperti ini sebenarnya keliru, sebab penyusutan nilai mata uang tidak pernah bisa dijadikan tolok ukur penghalal transaksi ribawi.
Maka untuk menghindarinya, jangan gunakan mata uang rupiah untuk transaksi peminjaman uang, gunakan saja mata uang yang stabil seperti Euro, Dollar atau Dinar dan Dirham (emas dan perak). Dengan demikian tidak akan ada lagi alasan untuk menghalalkan riba dengan dalih penyusutan mata uang.
Sitem Bagi Hasil
Koperasi yang tidak berlabel syariah, tetap sangat dimungkinkan untuk menerapkan transaksi yang halal.
Setiap koperasi yang diatur dengan baik sistem keuangannya, maka pasti punya neraca dan laporan rugi laba bulanan atau per periode. Dari sanalah dasar penghitungan bagi hasil kepada kepada pemilik modal.
Maka nilainya akan sangat tergantung dari aktifitas perubahan modal dan tingkat keuntungan yang didapat oleh koperasi tersebut. Inilah yang namanya bagi hasil.
Adapun kalau koperasi memberi jasa atas simpanan dengan nilai tertentu dari besarnya modal yang dipinjamkan, maka aroma riba sangat kuat tercium. Ilustrasi adalah bila andamenempatkan modal 100 juta, lalu tiap bulan anda akan mendapat uang jasa yang tetap (fixed rate) sebesar 2% atau sebesar 2 juta, maka ini adalah transaksi ribawi. Saudara kembar dari sistem ribawi yang ada di bank konvensional. cuma beda nama dan istilah saja.
Simpan Pinjam untuk Anggota
Untuk simpan pinjam, anggota diberikan fasilitas untuk meminjam uang. Kalau akadnya pinjam, maka tidak boleh ada pungutan atau markup apapun dari uang yang dipinjamnya. Namun akadnya bisa saja diganti bukan pinjaman, tetapi penjualan.
Seorang anggota koperasi yang butuh modal untuk usaha, bisa mendapatkan modal dari koperasi dengan sistem bagi hasil. Tiap bulan harus ada laporan rugi laba. Kalau sistem keuangannya baik, rugi laba akan langsung ketahuan. Maka keuntungan usaha itu bisa langsung dibagi dua, antara anggota dengan koperasi.
Sayangnya, banyak orang bisa bikin usaha tetapi tidak becus bikin laporan rugi laba. Maka sudah bisa dipastikan ketika harus membagi hasil usaha. Dan konyolnya, dengan mudah langsung pindah ke sistem yang haram, pinjam dengan bunga. Nauzu billahi min zalik.
Sedangkan seorang anggota yang butuh uang untuk beli sepeda motor misalnya, bisa membeli kepada koperasi. Setelah jelas jenis dan tahunnya, koperasi akan membeli dari showroom lalu menjualnya kepada anggota tersebut. Dan untuk itu koperasi boleh mengambil untung, berapa pun nilai prosentase keuntungannya. Dan sebagai konsekuensinya, anggota itu boleh bayar dengan cara mencicil dalam tempo 5 tahun. Itulah sistem yang halal, meski tidak pakai embel-embel syariah.
Tapi kalau kepentingannya untuk hal-hal yang mendesak dan anggota itu lemah dari segi ekonomi, misalnya untuk bayar uang sekolah anaknya, koperasi harus membebaskannya dari bunga, sekecil apapun nilainya. Bahkan kalau untuk sekedar mengganjal rasa lapar dan untuk menyambung hidup, seharusnya koperasi berinfaq kepada anggotanya, jangan dipinjamkan tapi harus disedekahkan. Dan itulah gunanya koperasi.