4 min read

Pernyataan Hai’ah Kibar Ulama Al Azhar Merespons Kondisi Darurat Wabah Covid-19

Pernyataan Hai’ah Kibar Ulama Al Azhar Merespons Kondisi Darurat Wabah Covid-19

Hai’ah Kibar Ulama Al-Azhar turut merespons kondisi darurat yang diakibatkan wabah virus corona jenis baru (Covid-19) dengan mengeluarkan sejumlah pernyataan.

Hai’ah Kibar Ulama Al-Azhar menyampaikan Fatwa tentang Bolehnya Negara Meniadakan Shalat Jumat dan Shalat Jamaah di Masjid karena Kondisi Darurat Saat Ini.

Berikut beberapa poin penting terkait fatwa tersebut:

[1] Sesuai dengan laporan kesehatan secara berkesinambungan mengenai bahaya penyebaran dan penularan virus corona (Covid -19) yang telah menjadi pandemi global dan kekhawatiran bahwa penyebarannya sangat cepat dan para penderitanya terkadang sulit mendeteksi dan menyadari bahwa dia telah terinfeksi virus, dengan demikian menjadikan potensi penularan ke setiap orang dan di setiap tempat menjadi sangat besar.

[2] Bahwa menjaga dan melindungi jiwa serta mencegah dari segala hal yang membahayakan adalah hal yang paling utama dalam prinsip maqasid syariah. Maka Hai’ah Kibar Ulama Al Azhar sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk mengeluarkan penjelasan hukum syar’i terkait berbagai permasalahan di penjuru dunia dengan ini memberikan fatwa bahwa boleh meniadakan pelaksanaan shalat Jumat dan shalat jamaah di masjid untuk sementara waktu demi mencegah penularan dan penyebaran virus dalam skala perorangan maupun nasional.

[3] Terkhusus bagi mereka yang sakit, lanjut usia, berdiam diri di rumah dan wajib mengikuti imbauan dari pihak berwenang di setiap negara dan tidak keluar rumah untuk melaksanakan shalat Jumat dan jamaah di masjid terutama setelah adanya laporan kesehatan yang menunjukan angka resmi tentang penyebaran dan penularan virus ini yang menyebabkan banyak kematian di berbagai negara.

[4] Kepada para pemangku kebijakan di setiap negara agar bersungguh-sungguh mengerahkan segala upaya untuk menghentikan penyebaran dan penularan virus corona (Covid-19). Para ulama telah sepakat bahwa sesuatu yang telah diprediksi kemunculannya pada hakikatnya telah ada, dan sesuatu yang sudah dekat kedatangannya harus diupayakan antisipasinya. Selain itu mengupayakan kesehatan jasmani adalah bagian dari maqosid syariah dan tujuan syariat Islam yang utama.

[5] Dalil dalam permasalahan ini adalah sebagaimana Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata kepada Mu’adzinnya di hari yang hujan,

إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ
صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا قَالَ فَعَلَهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمْعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُونَ فِي الطِّينِ وَالدَّحَضِ

“Apabila engkau mengucapkan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah (dalam adzan), jangan engkau ucapkan Hayya ‘Alash Shalah (Mari melaksanakan shalat), tapi ucapkanlah Shalluu fi Buyuutikum (shalatlah di rumah-rumah kalian). Maka seolah-olah manusia mengingkarinya. Beliau (Ibnu Abbas) berkata: ”Hal itu dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (yakni Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam), sesungguhnya shalat Jumat itu ‘azimah (kewajiban yang harus ditunaikan) dan aku tidak ingin menyuruh kalian keluar, sehingga kalian berjalan menuju masjid dengan kondisi jalan yang berlumpur dan licin.”

Hadits tersebut menjelaskan tentang bolehnya seorang tidak melaksanakan shalat berjamaah di masjid disebabkan oleh hujan deras. Maka tidak diragukan lagi bahwa bahaya virus (memastikan) lebih besar dari sebab kesulitan melaksanakan shalat di masjid dikarenakan hujan. Oleh karena itu keringanan tidak melaksanakan shalat Jumat di masjid ketika ada bahaya virus dan penularannya adalah hal yang dibenarkan oleh agama. Lalu sebagai gantinya setiap Muslim bisa melaksanakan shalat empat rekaat di rumah atau di tempat yang tidak ada kerumunan orang.

[6] Sebagaimana ulama telah bersepakat bahwa jika ada rasa takut atas jiwa, harta atau keluarga maka dibolehkan tidak melaksanakan shalat Jumat dan shalat jamaah di masjid. Sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits:


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَمِعَ
الْمُنَادِيَ فَلَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ اتِّبَاعِهِ عُذْرٌ قَالُوا وَمَا الْعُذْرُ قَالَ خَوْفٌ أَوْ
مَرَضٌ لَمْ تُقْبَلْ مِنْهُ الصَّلَاةُ الَّتِي صَلَّى….

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mendengar azan dan tidak punya alasan sehingga tidak menjawabnya (mendatanginya)”. Para Sahabat bertanya: “Apakah alasan (udzhur) itu?” Beliau menjawab:” Takut atau sakit-, maka tidak diterima shalat yang dia kerjakan.

[7] Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang orang yang mempunyai bau yang tidak sedap dan dikhawatirkan mengganggu orang lain untuk mendatangi masjid, hal ini termuat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dari Jabir bin Abdillah,

مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ في بَيْتِهِ

Artinya: Barangsiapa memakan bawang putih atau bawang merah, maka janganlah ia mendekati masjid kami dan hendaklah ia shalat di rumahnya.

[8] Gangguan sebagaimana tertera di Hadits yang disebabkan memakan bawang adalah sifatnya sementara dan akan hilang dengan selesainya shalat tetapi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam meminta untuk menjauhinya. Lalu bagaimana dengan gangguan atau bahaya penyakit yang sangat mudah menyebar dan menyebabkan malapetaka. Maka ketakutan yang dihasilkan oleh penyebaran virus yang mematikan dan belum diketahui cara penanganannya yang cepat sampai sekarang menjadikan sebab bagi seorang Muslim mendapatkan keringanan untuk tidak melaksanakan shalat Jumat dan jamaah di masjid.

[9] Oleh karena itu, Hai’ah Kibar Ulama Al-Azhar sampai pada kesimpulan bahwa dibolehkan bagi negara untuk mengambil kebijakan meniadakan shalat Jumat dan jamaah sementara waktu, ketika melihat bahwa berkumpulnya orang-orang untuk melaksanakan kegiatan shalat tersebut menyebabkan risiko penularan dan penyebaran virus corona yang mematikan.

[10]Lebih lanjut Hai’ah Kibar Ulama Al Azhar menghimbau tiga hal:

  • Wajib hukumnya untuk tetap mengumandangkan azan setiap waktu shalat di seluruh masjid pada kondisi di mana shalat Jumat dan shalat jamaah di masjid ditiadakan untuk sementara waktu. Diperbolehkan pula bagi muadzin untuk mengumandangkan lafal “shollu fii buyutikum” (shalatlah di rumah-rumah kalian).
  • Untuk setiap keluarga agar berdiam diri di rumah dan melaksanakan shalat berjamaah bersama di mana telah gugur kewajiban melaksanakan shalat Jumat dan jamaah di masjid sampai ada pengumuman selesainya kondisi darurat.
  • Wajib hukumnya bagi setiap warga melaksanakan imbauan dan petunjuk dari lembaga kesehatan yang berwenang dalam rangka menghentikan penyebaran virus dan mengambil informasi dari lembaga resmi serta menjauhi segala berita yang tidak benar yang dapat menyebabkan kekacauan di tengah-tengah masyarakat.

[11] Hai’ah Kibar Ulama Al-Azhar mengajak kepada seluruh umat Muslim di belahan dunia agar tetap menjaga shalat, seraya terus berdoa dan memberikan bantuan dan dukungan bagi para penderita sakit serta memperbanyak kebaikan agar Allah Ta’ala mengangkat musibah virus ini di semua tempat, dan menjaga negara kita dari bahaya semua penyakit karena Allahlah sebaik-baik pelindung.

Sumber: Hidayatullah