5 min read

Doa Agar Terbebas dari Lilitan Hutang yang Diajarkan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam

Doa Agar Terbebas dari Lilitan Hutang yang Diajarkan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam

Suatu hari, Abu Umamah ra, seorang sahabat dari kaum Anshar, duduk termenung di masjid di luar waktu shalat dengan tatapan mata yang kosong jauh menerawang. Kemudian, tidak beberapa lama, Rasulullah SAW masuk ke dalam masjid dan menghampiri Abu Umamah.

Rasulullah bertanya, “Wahai Abu Umamah, aku melihatmu duduk di masjid di luar waktu shalat, apa yang terjadi denganmu?” Abu Umamah menjawab, “Ya Rasulullah, saat ini aku dalam kesulitan membayar utang.”

Rasulullah berkata, “Aku akan mengajarkanmu beberapa perkataan positif, jika engkau mengucapkannya, mudah-mudahan Allah SWT akan menghilangkan segala kesulitanmu dan melunasi utang-utangmu. Bacalah doa ini pada pagi dan sore hari.”

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

Kemudian, Rasulullah SAW melafazkan doa, “Allahumma inni a’udzu bika minal hammi wal hazani wa a’udzu bika minal ‘ajzi wal kasali wa a’udzu bika minal jubni wal bukhli wa a’udzu bika min ghalabatid daini waqahrir rijal.”

(Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan. Aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir. Aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan kesewenang-wenangan manusia).

Menurut pengakuan Abu Umamah RA, setelah ia mengamalkan dan membaca doa yang diajarkan Nabi tersebut, Allah menghilangkan kebingungan, kesedihan, kelemahan, kemalasan, ketakutan, dan utang-utangnya dapat dilunasi. (HR Abu Daud).

Di samping mengamalkan dan membaca doa yang diajarkan Rasulullah SAW ini, ketika seseorang diterpa banyak masalah, dirundung kegundahan, dan impitan hidup, Rasulullah SAW juga mengajarkan dzikir:

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ

“Hasbunallah wani’mal-wakil, ni’mal-mawla, wani’man-nashir.” (Cukuplah Allah tempat berserah diri bagi kami, sebaik-baik pelindung kami, dan sebaik-baik penolong kami).

Sebagaimana terdapat dalam hadits bahwa ketika seseorang datang menghampiri Nabi lalu berkata, “Rasulullah, sesungguhnya orang-orang non-Muslim telah mengumpulkan pasukan untuk menyerangmu, maka takutlah kepada mereka. Kemudian, Nabi SAW mengucapkan, ‘Hasbunallah wani’mal-wakil.'”

Setelah kejadian ini, Allah menurunkan surah Ali Imran (3) ayat 173:

اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًا ۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

“Ketika seseorang berkata kepada Rasulullah, orang-orang Quraisy telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, ternyata ucapan itu justru menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.'” (HR Bukhari).

Oleh karenanya, seorang Muslim dianjurkan selalu melibatkan Allah dalam mengatasi kegundahan hidup yang dihadapi. Bukankah Allah menjanjikan:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS asy-Syarh [94]: 5-6).

Agar hutang-piutang menjadi berkah

Hutang-piutang sudah menjadi muamalah yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Hutang-piutang diperbolehkan di dalam Islam karena ia termasuk akad ta’awun(tolong menolong) untuk menolong orang yang membutuhkan bantuan dan juga merupakan akad tabarru’ (sosial) sebagai kepedulian untuk membantu orang-orang yang sedang dalam kesulitan.

Bahkan memberikan hutangan kepada orang yang membutuhkan nilai pahalanya lebih besar daripada bersedekah kepada para peminta-minta. Nabi Shalallahu ‘Alaii Wassallambersabda dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah;

رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ مَكْتُوبًا الصَّدَقَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَالْقَرْضُ بِثَمَانِيَةَ عَشَرَ فَقُلْتُ يَا جِبْرِيلُ مَا بَالُ الْقَرْضِ أَفْضَلُ مِنَ الصَّدَقَةِ قَالَ لأنَّ السَّائِلَ يَسْأَلُ وَعِنْدَهُ وَالْمُسْتَقْرِضُ لا يَسْتَقْرِضُ إِلا مِنْ حَاجَةٍ ))

“Pada waktu peristiwa isra’, aku melihat pada pintu sorga tertulis ‘Sedekah dibalas dengan sepuluh kali lipat, dan memberi hutangan dibalas dengan delapan belas kali lipat’. Maka aku (Nabi Shalallahu ‘Alaii Wassallam) bertanya ‘Wahai Jibril, mengapa memberi hutangan lebih afdhol ketimbang sedekah? Jibril menjawab ‘Karena seorang peminta-minta dia meminta sedekah padahal dia sudah mempunyai sesuatu, sedangkan orang yang berhutang tidaklah ia berhutang kecuali karena ia memang sangat membutuhkan.”

Agar hutang-piutang sesuai syari’ah, mendatangkan pahala dan tidak jatuh kepada riba maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan;

Pertama: Larangan pemberi hutang mengambil manfaat duniawi dari orang yang berhutang

Keuntungan yang didapat dari pemberian pinjaman termasuk riba. Nabi Shalallahu ‘Alaii Wassallam bersabda;

أإِذَا أَقْرَضَ أَحَدُكُمْ قَرْضًا ، فَأُهْدِيَ إِلَيْهِ طَبَقًا فَلا يَقْبَلْهُ ، أَوْ حَمَلَهُ عَلَى دَابَّةٍ فَلا يَرْكَبْهَا إِلا أَنْ يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ قَبْلَ ذَلِكَ

“Apabila salah seorang kalian memberi hutang (pada seseorang) kemudian dia memberi hadiah kepadanya, atau membantunya naik ke atas kendaraan maka janganlah ia menaikinya dan jangan menerimanya, kecuali jika hal itu telah terjadi antara keduanya sebelum itu.” (HR. Ibnu Majah)

Dalam Islam ada dua macam akad, yaitu akad tabarru’ (akad sosial) dan akad mu’awadlah(akad komersial). Hutang piutang masuk dalam ranah akad tabarru’ atau akad sosial yang oleh karena itu tidak diperkenankan seseorang untuk mengambil keuntungan darinya.

Sedangkan untuk mengambil keuntungan materi Allah menjadikan akad jual beli, murabahah, mudharabah dan sebagainya. Bila akad sosial dan tolong-menolong seperti memberi hutangan disalahgunakan untuk mencari keuntungan materi maka itulah riba yang pelakunya diperangi Allah dan Rasul-Nya dan diancam dengan adzab neraka jahanam dalam waktu yang lama (QS. Al Baqarah: 275-277)

Kedua: Hutang-piutang semestinya dipersaksikan dan tertulis

Sebagaimana yang diperintah oleh Allah dalam QS: Albaqarah ayat 282. Hal ini begitu penting untuk menghindari potensi kedzaliman yang mungkin di lakukan oleh salah satu pihak, baik penghutang atau si pemberi hutang di kemudian hari. Banyak kasus terjadi dimana orang-orang yang berhutang mengingkari hutangnya ketika ditagih oleh si pemberi hutang. Maka disinilah perlunya saksi dan pencatatan dalam akad hutang piutang.

Ketiga: Berniat melunasi dengan sungguh-sungguh

Ketika berhutang hendaknya seseorang berniat untuk segera melunasinya bila sudah mempunyai kemampuan membayar. Niat yang benar untuk membayar hutang akan membantu seseorang dalam melunasi hutangnya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaii Wassallambersabda;

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ

“Siapa yang mengambil harta manusia (berhutang) disertai maksud akan membayarnya maka Allah akan membayarkannya untuknya, sebaliknya siapa yang mengambilnya dengan maksud merusaknya (merugikannya) maka Allah akan merusak orang itu.” (HR. Bukhari)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaii Wassallam menerangkan seseorang yang berhutang dan mempunyai niat buruk untuk tidak melunasinya maka kelak ia akan menghadap Allah dengan menyandang predikat sebagai seorang pencuri.

فأَيُّمَا رَجُلٍ يَدِينُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا

“Orang mana saja yang berhutang dan berniat tidak membayarnya, maka ia akan datang menghadap Allah sebagai seorang pencuri.” (HR. Ibnu Majah)

Keempat: Melunasi dengan cara yang baik

Ketika melunasi hutang hendaknya si penghutang melunasi dengan cara yang baik. Termasuk cara yang baik dalam melunasi hutang adalah melunasinya tepat pada waktu pelunasan yang telah disepakati bersama.

فَاشْتَرُوْهُ فَأَعْطُوْهُ إِيَّاهُ فَإِنَّ خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً

“Belilah dan berikan kepadanya, karena sebaik-baik kalian adalah yang paling baik ketika membayar hutangnya.”

Kelima: Beri penangguhan

Apabila orang yang berhutang mengalami kesulitan sehingga ia belum berkemampuan untuk membayar hutang yang telah tiba jatuh temponya, maka bagi si pemberi hutang hendaklah memberi penangguhan pembayaran. Memberi penangguhan kepada orang yang kesulitan membayar hutang adalah akhlak terpuji yang memiliki banyak keutamaan, diantaranya;

Keutamaan yang pertama, ia akan mendapat naungan dan perlindungan dari Allah pada hari kiamat. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaii Wassallam;

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُظِلَّهُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ , فَلْيُنْظِرْ مُعْسِرًا , أَوْ لِيَضَعْ عَنْهُ

“Barangsiapa yang ingin diberi naungan oleh Allah dalam naungannya, maka hendaklah ia memberi penangguhan kepada orang yang kesulitan membayar hutang atau ia bebaskan darinya.” (HR. Muslim)

Keutamaan yang kedua, setiap harinya ia mendapat pahala sedekah sebesar nilai hutang yang ia berikan ketika ia memberi penangguhan kepada orang yang kesulitan membayar hutang hingga hutangnya dilunasi. Rasulullah Shalallahu ‘Alaii Wassallam bersabda;

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلُهُ صَدَقَةً قَبْلَ أَنْ يَحِلَّ الدَّينُ فَإِذَا حَلَّ الدَّينُ فأنظره فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلُهُ صَدَقَةً

“Barangsiapa yang memberi penangguhan kepada orang yang kesulitan membayar hutang, maka baginya setiap hari ada pahala sedekah senilai hutang yang ia berikan, sebelum hutang itu lunas. Jika hutang itu belum lunas, lalu dia memberi penangguhan lagi maka baginya setiap hari ada pahala sedekah senilai itu.” (HR. Ahmad)

Keutamaan yang ketiga untuk seseorang yang memberikan hutang, Allah akan memberinya ampunan dan memasukkannya ke dalam Surga.

إِنَّ رَجُلًا كَانَ فِيْمَنْ قَبْلَكُمْ أَتَاهُ الْمَلَكُ لِيَقْبِضَ رُوْحَهُ ، فَقِيْلَ لَهُ : هَلْ عَمِلْتَ مِنْ خَيْرٍ ؟ قَالَ : ماَ أَعْلَمْ . قِيْلَ لَهُ : اُنْظُرْ . قَالَ : مَا أَعْلَمْ شَيْئًا ، غَيْرَ أَنِّي كُنْتُ أُبَايِعُ النَّاسَ فِي الدُّنْيَا وَأُجَازِيْهِمْ فَأُنْظِرَ الْمُوْسِرَ ، وَأَتَجَاوَزُ عَنِ الْمُعْسِرِ ، فَأَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ

“Sesunguhnya ada seorang laki-laki yang hidup di zaman sebelum kalian yang didatangi malaikat untuk mencabut ruhnya. Lalu dikatakan kepadanya ‘apakah engkau pernah mengerjakan kebaikan?’ ia menjawab ‘aku tidak tahu’. Lalu dikatakan kepadanya ‘lihatlah!’ ia berkata ‘Aku tidak tahu, hanya saja dahulu sewaktu di dunia aku melakukan jual beli dengan orang dan aku memberi kemudahan kepada mereka, aku memberi penangguhan kepada orang yang kesulitan membayar, bahkan aku membebaskan orang yang kesulitan membayar’. Maka Allah pun memasukkannya ke dalam Surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Keenam: Jangan kenakan denda

Bila ada keterlambatan pembayaran dari orang yang berhutang ketika sudah jatuh tempo, jangan sampai dikenakan denda. Karena denda yang muncul karena keterlambatan dalam membayar hutang adalah riba jahiliyah yang diharamkan di dalam Islam.