STEM dan Masa Depan Pemuda Muslim
Winner and Loser
Dalam bukunya “Physics of the Future, How Science Will Shape Human Destiny and Daily Lives by 2100”, Michio Kaku bercerita tentang bagaimana sains berperan penting pada eksistensi sebuah peradaban.
Dalam kebanyakan mitologi, mulai dari Imperium Persia, Romawi hingga Mongol, bangkit dan runtuhnya satu peradaban sering digambarkan bergantung pada kekuatan dan kelicikan pasukan militernya.
Namun kalau kita analisa sebab sesungguhnya kenapa sebuah peradaban bangkit dan runtuh, ternyata kita akan menemukan cerita yang sama sekali berbeda.
Mari kita time-traveling ke awal abad 16. Siapa saja waktu itu peradaban yang mendominasi dunia? Jawabannya: semua peradaban, kecuali Eropa.
Di belahan timur ada peradaban China yang bertahan beberapa milenium. Banyak sekali penemuan besar yang muncul dari peradaban China, mulai dari penemuan kertas hingga mesiu. Kala itu scientist di kalangan mereka adalah yang terbaik di dunia. Pemerintahannya kompak dan beberapa milemium daratan China hidup dalam kemakmuran.
Di sebelah selatan ada Kekaisaran Ottoman yang nyaris menguasai Eropa. Kekaisaran Ottoman memberi sumbangan besar pada aljabar, fisika, optik, dan astronomi. Seni dan sains berkembang dengan sangat subur. Bala tentaranya memiliki instrumen pertahanan yang nyaris tidak ada lawannya. Istambul jadi salah satu episentrum perkembangan sains.
Lalu bagaimana Eropa? Eropa di awal abad 16 adalah peradaban yang gelap, dipenuhi oleh praktek keagamaan yang ekstrim, para wanita yang dibakar karena dituduh sebagai penyihir, dan praktek inkuisisi yang brutal.
Eropa barat yang mengalami kemunduran luar biasa pasca runtuhnya Imperium Romawi selama ribuan tahun, praktis menjadi net importir teknologi. Kaku menyebutnya sebagai medieval black hole. Sains warisan Romawi sejak lama hilang, digantikan dogma-dogma yang menghasilkan siksaan dan tekanan bagi siapa saja yang mencoba menentang. Tambahan lagi selalu terjadi peperangan dan pengkhianatan di antara sesama penguasa kota-kota besar di Eropa.
Jika melihat situasi seperti itu, mestinya kita bisa menebak, peradaban mana yang akan punah di abad 21 ini, tetapi apa yang terjadi kemudian?
Kekaisaran China dan Ottoman mengalami stagnasi sains dan teknologi selama 500 tahun, sementara Eropa memulai era baru perkembangan sains dan teknologi.
Pada tahun 1405 Kaisar China, Yongle, memerintahkan armada lautnya melakukan tujuh ekspedisi menjelajah dunia. Ekspedisi ini bergerak hingga ke Asia Tenggara, Afrika, sampai Madagaskar. Ekspedisi ini mampu menjarah banyak aset dari lokasi yang dilalui, namun mereka kecewa karena tidak menemui satu pun kekuatan armada yang sanggup menandingi mereka. Kekecewaan ini berujung pada ketidakpedulian China pada pengembangan sains dan teknologi.
Ottoman mengalami hal yang serupa. Setelah menikmati perjalanan panjang era sains dan teknologi yang cerah, peradaban di kawasan kekuasaan Ottoman mengalami kemunduran sejak berkembangnya praktek pemisahan ilmu. Ilmu yang berkaitan dengan tafsir teks keagamaan dan praktek fikih berkembang pesat hingga terjadi banyak perdebatan, sementara sains dan teknologi dianggap bukanlah bagian penting dari khazanah ilmu pengetahuan peradaban Islam. Perdebatan soal tafsiran teks agama ini juga memicu perpecahan dan konflik berkepanjangan.
Sementara itu Eropa mengalami musim semi ilmu pengetahuan. Diakselerasi oleh penemuan mesin cetak Gutenberg dan meredupnya dominasi gereja, kampus-kampus di Eropa mulai beralih dari berkutat hanya pada teks Injil, bergerak ke pengembangan sains seperti fisika oleh Newton dan kimia oleh Dalton. Newton sendiri menghasilkan karya terbesarnya disaat dunia tengah mengalami serangan wabah Black Death. Uniknya, perkembangan sains dan teknologi ini awalnya didorong oleh pertempuran yang tidak pernah berhenti antar kota-kota besar di Eropa yang memiliki kekuatan seimbang.
Dengan tidak adanya kekuatan yang mendominasi, seluruh kerajaan di Eropa berlomba-lomba meningkatkan kemampuan bertempur. Kerajaan mengeluarkan kocek yang besar untuk mendorong pengembangan sains dan teknologi. Sains pada awalnya bukanlah aktivitas akademik, melainkan inovasi untuk menemukan sistem persenjataan demi memenangkan pertempuran.
Berkembangnya sains dan teknologi di Eropa mulai membuat redup kekuatan China dan Ottoman. Ottoman yang daerah kekuasaannya menjadi gerbang perdagangan antara timur dan barat, mulai tertekan dengan kemampuan Eropa membangun jalur perdagangan baru ke kawasan timur dan Afrika. China kemudian dijajah bangsa Eropa menggunakan dua penemuan mereka sendiri: bubuk mesiu dan kompas.
Sains dan teknologi menjadi mesin kemakmuran. Siapa saja berhak untuk mengabaikan sains dan teknologi, namun harus siap menerima konsekuensi pahitnya. Teks religius sangatlah penting, namun jika satu peradaban tidak mampu menguasai sains dan teknologi, maka peradaban lain yang akan melakukannya. Jika kita tidak bisa merancang masa depan sendiri, maka kita hanya akan mengikuti rancangan orang lain. Pantaslah Einstein pernah berkata, “Science without religion is lame, religion without science is blind.”
Presiden India periode 2002-2007 Abdul Kalam, seorang aerospace scientist meyakini, musuh utama bangsa India adalah kemiskinan, dan satu-satunya cara mengalahkannya adalah dengan menjadikan India knowledge superpower. Abdul Kalam berhasil dengan proyek satelitnya, memberikan akses informasi ke penjuru kawasan pedesaan India.
Islam, Anak Muda dan Indonesia Masa Depan
India berhasil menjadi knowledge superpower. China sekarang mengalami kebangkitan sains dan teknologi. Jepang dan Korea menjadi eksportir teknologi, sedangkan Iran mampu mempertahankan kemandirian di tengah embargo.
Bagaimana dengan Indonesia?
Saat ini Indonesia bisa dibilang net importir teknologi. Menjadi pasar yang sangat menguntungkan bagi negara lain, sementara sumber daya dan kelestarian lingkungan menjadi bayarannya.
Lubang hitam sains dan teknologi di Indonesia, pada dasarnya juga terdapat di berbagai entitas dari Sabang sampai Merauke. Ada banyak aktivitas yang dilakukan terkait teknologi, namun saat ini masih terbatas pada penggunaan produk teknologi yang diimpor dari luar negeri.
Dinamika sosial semakin mendapat tantangan dengan kemunculan pandemi. Di kawasan Jakarta bahkan sampai memaksa pemerintah daerah melakukan pelarangan arakan ondel-ondel. Sementara arakan ondel-ondel ini adalah salah satu jalan keluar anak-anak Jakarta yang putus sekolah mengisi waktu luang dan mendapatkan income.
STEM Sebagai Jawaban
Indonesia belum beruntung memiliki presiden dengan latar belakang sains dan teknologi seperti China dengan Xi Jinpingnya atau India dengan Abdul Kalamnya, yang memahami urgensi dan relevansi sains dan teknologi bagi kemakmuran. Namun demikian kita tentu saja tidak boleh berpangku tangan.
Kita bisa memulainya dengan kerja-kerja kecil terukur, namun dengan visi dan misi besar ke depan. Kerja-kerja visioner berbasis komunitas sangat bisa menjadi intervensi agar Indonesia tidak semakin terjebak menjadi bangsa importir dan pasar empuk inovasi bangsa lain.
Kerja-kerja komunitas STEM sangat mungkin telah dilakukan di komunitas-komunitas yang tersebar di penjuru Nusantara. Jika diibaratkan komunitas-komunitas ini adalah lingkaran-lingkaran kecil, maka semua lingkaran kecil ini bisa saling berkolaborasi menjadi lingkaran besar yang mampu memecahkan persoalan besar pula.
STEM Awareness
STEM adalah salah satu komponen penting kebangkitan. Namun tentu saja jalan yang ditempuh tidaklah mudah. Di tengah banjirnya budaya instan dan godaan mengejar popularitas dan kekayaan melalui platform seperti Instagram, YouTube dan teman-temannya, yang menjadikan anak-anak muda kehilangan orientasi dan tanpa sadar menjadi produk sekaligus konsumen, tentu saja menjadikan STEM sebagai bagian cita-cita mereka adalah pekerjaan sulit.
Harus ada langkah sistematis dan terukur agar:
- Matematika dan sains menjadi sesuatu yang asik, menyenangkan sekaligus aplikatif, melalui metode dan sarana belajar mengajar yang inovatif.
- Engineering, didorong oleh sains dan matematika, berkembang menjadi aktivitas yang disukai, melahirkan generasi yang memiliki “engineering craftmanship”, senang menghadapi permasalahan dan berorientasi pada solusi.
- Engineering craftmanship mendorong lahirnya inovasi teknologi yang berguna, berdampak besar bagi peningkatan kemakmuran.
- Inovasi teknologi akan berkontribusi kembali pada perkembangan sains dan matematika.
Tugas pertama yang harus dilakukan adalah membangun STEM awareness di kalangan anak muda. Harus dibuat program-program terukur dan agile yang bisa membuat mereka menyadari bahwa STEM adalah sesuatu yang penting sekaligus menyenangkan.
Pekerjaan ini tentu saja tidak bisa diselesaikan sendiri. Sangat terbuka untuk berkolaborasi antar entitas, agar tantangan yang muncul saat membangun STEM-Driven development ini bisa teratasi.
Fokus pada STEM tentu saja tidak berarti kita mengabaikan faktor seni, budaya dan humaniora. STEM dan Art tentu saja harus bisa saling melengkapi agar terbentuk harmony in humanity. Dalam terminologi keagamaan kita menyebutnya sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Kita bisa memilih, apakah ingin merancang masa depan sendiri, atau terus-terusan menjadi bagian dari rencana bangsa lain. Bagaimana menurut Anda?